Selasa, 17 Mei 2016

Teks Ulasan

Filosofi Kopi : Sebuah Makna Kehidupan dalam Secangkir Kopi

Film ini diangkat dari novel dengan judul yang sama,yaitu “Filosofi Kopi” karya dari penulis terkenal Indonesia , Dee Lestari. Film ini dibintangi oleh Chico Jericho, Rio Dewanto, Julie Estelle, dan masih banyak lagi. Film ini disutradarai oleh Angga Dwimas Sasongko dengan genre drama dan rilis perdananya pada tanggal 9 April 2015.


Film ini bercerita tentang anak muda benama Ben (Chico Jericho) yang sangat tergila-gila dengan kopi. Ada juga Jody (Rio Dewanto) pemilik kedai “Filosofi Kopi” yang dibukanya di area Jakarta bersama dengan Ben. Nama kedai tersebut diambil karena jenis kopi yang di pesan oleh para pengunjung juga memiliki makna yang berbeda-beda dari setiap apa yang dipesannya dan makna tersebut diciptakan sendiri oleh Barista handal di kedai “Filosofi Kopi” yaitu Ben.

Racikan kopi dari Ben si Barista bertangan handal pun sudah terdengar oleh para pecinta kopi kususnya di area Jakarta. Sampai akhirnya datang seorang pengusaha kaya dan juga coffee lovers yang menantang Ben dan Jody untuk membuatkannya racikan kopi yang sempurna dan tidak ada tandingannya dengan iming-iming bayaran 1 miliar. Karena dalam masalah terlilit hutang, Jody si pemilik kedai pun setuju dengan tawaran pengusaha tersebut.

Ben yang pada dasarnya sejak kecil sudah mengenal dan menggilai kopi pun berhasil membuat suatu mahakarya yang menurutnya dan teman-teman satu kedainya tidak ada tandingannya lagi. Rasa yang luar biasa dihadirkan dalam secangkir kopi bernama “Ben’s Perfecto” yang kemudian langsung menjadi kopi terlaris dan dicari-cari oleh setiap pengunjung dari kedai “Filosofi Kopi”. Sampai akhirnya berita tentang kesempurnaan dari “Ben’s Perfecto” terdengar oleh telinga El, pemburu kopi yang juga ingin menulis buku tentang kopi.

Masalah mulai datang saat El berkata bahwa “Ben’s Perfecto” masih kalah dengan secangkir kopi bernama “Tiwus” yang disajikan di daerah pegunungan oleh Bapak Seno dan Bu Seno. Ben yang tidak percaya bahwa kopi “Tiwus” telah mengalahkan racikan yang ia buat pun membuat Ben dan Jody merasakan kopi “Tiwus” bersama El. Saat mencicipinya lebih dalam bagaimana kopi “Tiwus” bisa mengalahkan “Ben’s Perfecto” pun Ben masih tidak ingin mengakui kesempurnaan kopi tersebut. Hingga Pak Seno memberitahukan bagaimana “Tiwus” dibuat dan itu semua membuat Ben mengingat masa lalu bersama dengan orangtuanya. Setelah itu Ben dan Jody mengakui kesempurnaan “Tiwus” dan mengolahnya dalam secangkir kopi yang berharga di kedai “Filosofi Kopi”.

Film ini mempunyai alur cerita yang sederhana tetapi dapat menyampaikan banyak hal didalam sebuah kesederhanaan tersebut. Mungkin film ini membosankan bagi mereka yang kurang mencintai dunia kopi, tetapi tidak disangka-sangka walaupun mereka yang tidak tertarik oleh dunia kopi pun kebanyakan juga dapat mengdapat pesan moral seperti persaudaraan, kekeluargaan, kesederhanaan, dan lainnya.

Filosofi-filosofi yang ada pada film ini tidak hanya membuat film ini pantas ditayangkan, tetapi juga bisa mendewasakan penontonnya. Film ini mengajarkan bagaimana genre film drama tak selamanya membosankan, tetapi juga bisa menjadi nilai tertinggi dari film yang dirangkum dari filosofi-filosofi hidup.


Akting dari para pemain “Filosofi Kopi” sudah tak diragukan lagi. Mereka belajar total untuk membuat racikan kopi dengan baik dan tidak mau kalah dengan kelas seorang Barista. Film ini cocok dinikmati oleh remaja-remaja Indonesia hingga golongan tua di Indonesia sekalipun . Bagi coffee lovers , jangan sampai lewatkan kesempurnaan racikan yang tergambar dalam mahakarya  Angga Dwimas Sasongko bersama dengan penulis terkenal Dee Lestari ini.